KONFLIK
KEBUDAYAAN INDONESIA – MALAYSIA DAN PENYELESAIANNYA
Denies Basha Sahid
113105023
Konflik
Budaya antar Indonesia dan Malaysia
Konflik yang terjadi tentang pengeklaiman Malaysia terhadap
budaya seni yang ada di Indonesia terjadi pada tahun 2007- 2012. Malaysia tidak
hanya satu kali melakukan pengeklaiman terhadap budaya seni bangsa Indonesia,
melainkan sudah beberapa kali. Malaysia selalu mencari masalah terhadap
Indonesia, Malaysia selalu berusaha merebut apa yang bangsa Indonesia miliki.
Malaysia tidak henti-hentinya mengambil hak yang bukan miliknya. Sudah
tercatat, dan sudah berulang-ulang Malaysia melakukan pengeklaiman terhadap
budaya seni yang dimiliki bangsa Indonesia.
Tidak akan pernah terjadi konflik bila tidak ada kecurangan
antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Konflik cenderung terjadi
karena adanya suatu kecurangan, ketidak sepakatan, adanya suatu pengeklaiman
yang bukan haknya dan adanya perbedaan pemikiran yang cara penyelesaiannya
masih dalam keadaan emosi dan akhirnya menimbulkan suatu konflik antara pihak
yang satu dengan yang lainnya. Konflik memiliki keterkaitan atas budaya, dimana
bila suatu budaya diremehkan, dieceh, dan direbut oleh bangsa lain maka, akan
timbul suatu konflik. dimana bangsa tersebut merasa sakit hati dan berusaha
ingin merebut kembali budayanya tersebut.
Budaya seharusnya patut dijaga, dilaksanakan dan patut
dikembangkan guna untuk generasi-generasi mudah yang sekarang dan yang akan
datang. Generasi mudah agar paham dan mengerti akan budaya yang ada serta
bagaimana mereka menjaganya agar tidak hilang dan tidak diambil oleh Negara
lain. Terjadinya sebuah konflik karena adanya suatu kecurangan yang dilakukan
oleh beberapa pihak untuk kepentingannya sendiri tanpa memikirkan orang lain.
Kebanyakan konflik terjadi akibat perbedaan pemikiran dan ketidak sepakatan
suatu masalah yang ada serta adanya keegoisan diri yang tinggi (Angkuh).
Awalnya Malaysia melakukan pengeklaiman terhadap seni Wayang.
Perebutan Wayang Kulit ini dilakukan oleh Malaysia terhadap Indonesia. Wayang
Kulit sendiri merupakan budaya asli Indonesia sejak zaman prasejarah. Seni
Wayang ini dapat dipakai sebagai media upacara adat pada zaman dahulu. Namun,
dengan masuknya agama Hindhu seni Wayang Kulit ini dipermak dengan karakter
Rama dan Sinta yang pada saat itu sangat marak dan dikenal oleh masyarakat
Indonesia serta melegenda sampai saat ini. Setelah masuknya islam seni Wayang
ini digunakan sebagai media dakwah. Seni Wayang Kulit ini merupakan seni yang
sudah sejak lama ada di Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan masih
sering di tampilkan di televise Indonesia. Malaysia tidak dapat mengeklaim seni
Wayang Kulit karena, seni ini memang sudah sejak dahulu ada dan sering
digunakan atau ditampilkan oleh masyarakat Indonesia pada saat acara-acara
penting. Malaysia berusaha merebut seni ini akan tetapi gagal. Gagalnya
pengeklaiman seni Wayang ini, Malaysia terus berusaha megambil alih seni-seni
lain yang ada di Indonesia.
Selang waktu yang tidak begitu lama Malaysia melakukan hal
serupa lagi terhadap Indonesia. Dimana Malaysia berusaha ingin merebut lagi
budaya seni yang ada di Indonesia yakni lagu daerah Rasa Sayange. Lagu ini
telah digunakan oleh Departemen Pariwisata Malaysia untuk mempromosikan
kepariwisataan Malaysia pada saat itu. Mentri Pariwisata Adnan Tengku Mansoor
mengatakan bahwa lagu Rasa Sayange ini merupakan lagu Kepulawan Nusantara
Malaysia. Akan tetapi, sudah terlihat jelas bahwasanya lagu daerah Rasa Sayange
milik Indonesia tepatnya lagu daerah yang telah membudaya di Propinsi Maluku.
Malaysia terus berusaha untuk mengeklaim lagu daerah Rasa Sayange tersebut.
Indonesia ingin menyelesaikan masalah ini, Indonesia mengajak Malaysia untuk
bertemu dan menyelesaikan masalah ini secara baik. Menyelesaikan masalah ini
dengan cara, pihak Mentri Kebudayaan Malaysia dan Mentri Kebudayaan Indonesia
melakukan pertemuan secara etis dan menjelasakn bahwa lagu Rasa Sayange ini
adalah lagu daerah milik Bangsa Indonesia. Dan Bangsa Indonesia mampu
membuktikan dan menjelaskan lagu daerah ini. Kemudian Mentri Kebudayaan
Malaysia mengakui bahwa lagu Rasa Sayange adalah benar-benar lagu daerah milik
Bangsa Indonesia, bukan milik Malaysia.
Lalu Negara Malaysia melakukan pengeklaiman terhadap Tari
Reog Ponorogo. Tarian ini merupakan tari tradisional yang berasal dari Propinsi
Jawa Timur tepatnya berasal dari Kota Ponorogo. Tarian ini dikenal dengan nama
tari daerah Reog Ponorogo karena tarian ini berasal dan menjadi tarian khas
daerah kota Ponorogo. Tari Reog Ponorogo juga dikenal oleh Negara-negara
tetangga bawasanya tarian ini merupakan tarian khas bangsa Indonesia. Tari Reog
Ponorogo mengharumkan nama bangsa karena Tari Reog Ponorogo adalah tari daerah
khas Ponorogo yang dikenal dari tingkat Daerah, Kota, Propinsi dan juga Manca
Negara (Negara Tetangga).
Masalah ini tidak terjadi hanya satu kali, melainkan sudah
berulang kali Malaysia mencoba ingin merebut apa yang ada di Indobesia terutama
pada seni budaya yang ada di Indonesia. Dengan adanya kejadian ini maka,
masyarakat Indonesia harus pintar-pintar menjaga apa yang ada di Indonesia agar
kejadian ini tidak terulang kembali, dan apa yang dimiliki Bangsa Indonesia ini
tidak di akui lagi oleh Negara lain. Sayang jika, apa yang ada di Indonesia di
perebutkan oleh Negara lain, karena Bangsa Indonesia sendiri memiliki banyak
sekali budaya-budaya yang memiliki makna tersendiri dan menjadi ciri khas dari
suatu daerah masing-masing di Indonesia.
Diplomasi Negara dalam Konflik budaya
Indonesia - Malaysia
Diplomasi Kebudayaan dapat dilakukan oleh pemerintah maupun
non-pemerintah, individual maupun kolektif atau setiap warga negara. Oleh
karena itu, pola hubungan Diplomasi Kebudayaan antar bangsa dapat terjadi antar
siapa saja sebagai aktornya dimana tujuan dan sasaran utama dari Diplomasi
Kebudayaan adalah mempengaruhi pendapat umum (masyarakat negara lain), baik
pada level nasional (dari suatu masyarakat negara-negara tertentu) maupun
internasional.
Kepentingan nasional juga dapat diperjuangkan dan didapatkan
dalam pelaksanaan kebijakan yakni melalui diplomasi budaya. Terdapat bagian
yang jauh lebih mudah dimasuki oleh aspek budaya disbanding aspek yang lain
yang dimiliki negara. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah dalam mencapai
tujuan suatu negara, yaitu kepentingan nasionalnya. Salah satunya adalah bangsa
Indonesia yang menjadikan budaya sebagai keunggulan yang patut diperhitungkan
dalam pencapaian kepentingan nasional.
Indonesia adalah “superpower” di bidang kebudayaan karena
Indonesia memiliki kelebihan yang luar biasa di dalam budaya nasional. Budaya
tersebut diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Hal ini
menggambarkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa besar
yang dapat menjadi asset bangsa, dan nilai jual untuk kepentingan diplomasi
Indonesia di dunia internasional. Salah satu kekayaan budaya yang dimiliki
Indonesia adalah batik.
Kebudayaan Indonesia yang sangat berlimpah itu merupakan
salah satu alasan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara kuat walaupun
terkhusus dari segi kebudayaan. Banyaknya budaya yang dimiliki akan menjadi
sebuah kekuatan yang dapat memajukan negara, memperkenalkan negara dan menjadi
ciri khas negara dimata dunia internasional. Itulah kenapa budaya memiliki
andil tersendiri dalam diplomasi.
Namun, keberlimpahan budayapun menyebabkan bangsa ini
mengalami beberapa permasalahan dengan negara tetangga, seperti Malaysia
menyangkut pengklaiman budaya. Malaysia sudah beberapa kali mengklaim sejumlah
kekayaan Indonesia sebagai kebudayaannya. Pengklaiman seperti ini menyebabkan
pemerintah mengambil sikap untuk menyelamatkan kebudayaan Indonesia. Sikap itu
dianggap perlu karena jika dibiarkan terus menerus, maka pengklaiman serupa
akan mungkin terulang, bahkan oleh negara lain selain Malaysia.
Teknik Diplomasi antara Indonesa – Malaysia
dalam Konflik
Dalam hal konflik yang terjadi antara kedua Negara yakni
Indonesia dan Malaysia, maka Multitrack-diplomacy adalah salah satu upaya
resolusi konflik antar negara yang melibatkan empat aspek dalam suatu negara,
yaitu; pemerintah, swasta (pelaku bisnis), rakyat dan media. Dalam sebuah
jurnal yang di publikasikan oleh Dr. Oyewole O. Sarumi (2013),
Multitrack-diplomacy terdiri dari lima jalur yang kemudian berkembang menjadi 9
jalur utama dalam sebuah kerangka kerja konseptual dan praktikal, yang
digunakan untuk memahami kompleksnya sistem dari kegiatan perwujudan
perdamaian, yaitu:
1. Jalur resmi yang bersifat kenegaraan Pemerintahan
(perwujudan perdamaian melalui diplomasi).
2.
Jalur informal yang bersifat non-pemerintah (perwujudan
perdamaian melalui resolusi konflik).
3.
Bisnis (perwujudan perdamaian melalui perdagangan).
4.
Warga negara privat (perwujudan perdamaian melalui
keterlibatan personal)
5.
Penelitian, pelatihan dan edukasi (perwujudan pedamaian
melalui pembelajaran).
6.
Aktivisme (perwujudan perdamaian melalui advokasi).
7.
Agama (perwujudan perdamaian melalui kepercayaan).
8.
Pendanaan (perwujudan perdamaian melalui penyediaan
aset).
9.
Komunikasi dan media (perwujudan perdamaian melalui
informasi).
Pada peristiwa
pematenan batik Indonesia sebagai National Heritage, pemerintah
Indonesia menggunakan beberapa jalur dari konsep multitrack-diplomacy dalam
memperjuangkan batik yang merupakan kebudayaan asli Indonesia.
Multitrack
Diplomacy yang dilakukan oleh Indonesia ialah sebagai wujud
hubungan antara pihak pemerintah Indonesia dengan pihak organisasi
internasional non pemerintah yang terkait yaitu UNESCO. Diplomasi yang
dilakukan ini ialah sebagai upaya atas penindaklanjutan masalah budaya batik
yang sempat berseteru dengan negara Jiran, Malaysia.
Instrumen Diplomasi
Pemerintah Indonesia
harus melakukan langkah strategis dalam mencegah kembali timbulnya konflik
klaim budaya dengan Malaysia. Pertama, memaksimalkan peran diplomasi
negara (state diplomacy). Jika selama ini diplomasi antara kedua negara lebih
mengandalkan ‘hubungan kekeluargaan’, sudah saatnya bagi pemerintah RI untuk
menerapkan diplomasi yang berbasis profesionalisme. Artinya, diplomasi
kekeluargaan tetap dilibatkan, mengingat identitas Indonesia dan Malaysia
adalah satu rumpun bangsa Melayu. Namun, idealnya, itu harus diikuti kekuatan
mumpuni diplomasi Indonesia.
Kedua, memaksimalkan peran diplomasi rakyat (citizen
diplomacy). Selama ini, Indonesia-Malaysia telah memiliki semacam wadah
kebudayaan bersama yang beranggota budayawan-budayawan penting kedua negara.
Didirikan pada Januari 2008 pasca konflik klaim reog dan lagu Rasa Sayange,
Eminent Group Person (EGP) tersebut berupaya meminimkan terjadinya sengketa
serupa. Namun, dengan terjadinya insiden tari pendet ini, tampaknya, EGP harus
lebih mengoptimalkan upaya mereka sebagai stabilisator kerja sama budaya
Indonesia-Malaysia, termasuk menjalin komunikasi intensif di antara anggotanya.
Implementasi dari Penyelesaian Konflik
budaya Indonesia – Malaysia
Penyelesain konfik budaya antar kedua Negara Indonesia dan
Malaysia, salah satu cara pemerintah untuk menyelamatkan budaya asli Indonesia
ini adalah dengan cara melakukan pematenan terhadap budaya tersebut. Tindakan
tersebut diharapkan dapat menjadi penyelesaian dari permasalahan sengketa
budaya antar negara, dan kekayaan budaya bangsa atau national heritage yang
seharusnya membawa nama bangsa, tidaklah diakui oleh pihak yang tidak berhak,
yakni negara lain.
Konflik budaya ini berlaku akibat daripada kedua negara
adalah negara yang berdaulat yang merasakan bahwa mereka mempunyai kedaulatan
yang mutlak ke atas warisan budaya tersebut. Untuk menyelesaikan permasalahan
kedua negara terutama berkenaan dengan isu budaya ini, kerjasama antara dua
negara perlu ditingkatkan. Seperti yang kita maklumi bahwa kerjasama antara Indonesia
dan Malaysia sangat aktif dan terus berkembang dari masa ke semasa. Indonesia
dan Malaysia perlu terus membentuk hubungan yang komprehensif dan mapan.
Jadi, dalam konteks ini, Pemerintah kedua negara harus terus
menangani dan mengatasi masalah yang timbul, di samping berusaha memperkukuhkan
persefahaman dan hubungan yang akrab antara rakyat kedua negara. Selain itu,
kedua negara perlu memupuk kerjasama strategik berasaskan kepentingan bersama
dalam bidang ekonomi, sosiobudaya, politik antarabangsa, teknologi, pendidikan
dan lain - lain. Kerjasama ini dapat dipupuk menerusi beberapa kaedah,
antaranya: meningkatkan hubungan rakyat ke rakyat (people-to-people) melalui berbagai
saluran; memperkasakan peranan partai - partai politik, Parlemen, agama, masyarakat
sipil, pertubuhan bukan kerajaan, media massa, ahli akademik, dan pelajar bagi memperluaskan
dan melengkapi usaha - usaha antar kedua negara; meningkatkan kerjasama ekonomi,
pendidikan, dan penerangan serta penerbitan; memperkukuhkan kerjasama dalam
bidang warisan dan budaya, serta kerjasama dalam indusrti pelancongan;
mewujudkan penyelarasan yang berkesan dalam memerangi isu-isu keselamatan bukan
tradisional seperti pemerdagangan manusia, terrorisme dan perubahan iklim; dan
menyokong usaha- usaha untuk melaksanakan sistem pemantauan tenaga kerja dari
Indonesia dalam berbagai sektor ekonomi Malaysia
REFERENSI:
https://igordirgantara.wordpress.com/2011/07/02/hubungan-indonesia-malaysia-di-bidang-kebudayaan/
Lestari, S.
(2011). Diplomasi Budaya Indonesia Melalui Batik Dengan Mendirikan Pusat
Budaya. academic education.
Rani, L. P.
(2011). Model Diplomasi Indonesia Terhadap UNESCO Dalam Mematenkan Batik
Sebagai Warisan Budaya Indonesia Tahun 2009. Jurnal Transnasional.
Waduh Denies, kamu kok masih melakukan "copy-paste" hingga 1-2 kalimat. Itu sudah termasuk kategori Plagiat! Kalimat ini "Malaysia tidak hanya satu kali melakukan pengeklaiman terhadap budaya seni bangsa Indonesia, melainkan sudah beberapa kali. Malaysia selalu mencari masalah terhadap Indonesia, Malaysia selalu berusaha merebut apa yang bangsa Indonesia miliki. Malaysia tidak henti-hentinya mengambil hak yang bukan miliknya" merupakan copy paste karya Karvelisa (http://karver1996.web.unej.ac.id/2016/06/20/artikel-budaya-dan-konflik-pengeklaiman-malaysia-terhadap-budaya-seni-bangsa-indonesia/) tanpa kamu menyebut dan mengakui itu ide ybs. Lalu, kalimat "Pemerintah Indonesia harus melakukan langkah strategis dalam mencegah kembali timbulnya konflik klaim budaya dengan Malaysia. Pertama, memaksimalkan peran diplomasi negara (state diplomacy). Jika selama ini diplomasi antara kedua negara lebih mengandalkan ‘hubungan kekeluargaan’, sudah saatnya bagi pemerintah RI untuk menerapkan diplomasi yang berbasis profesionalisme" jelas merupakan karya Diani (http://dianivinaanggara.blogspot.co.id), tanpa kamu menyebutkan. Dan saya tidak menemukan jurnal ini dalam referensi kamu "Dalam sebuah jurnal yang di publikasikan oleh Dr. Oyewole O. Sarumi (2013), Multitrack-diplomacy". Saya prihatin kamu membuang kesempatan remedial! SELAMAT. ENJOY AFTERNOON!
BalasHapus